Pengertian, Syarat dan Rukun Haji

Di antara pilar dalam Islam yang diwajibkan kepada umat Islam adalah melaksanakan haji ke Baitullah (Makkah). Ibadah ini merupakan rukun kelima dalam Islam dan dilakukan jauh sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ.

Ibadah haji adalah manifestasi penghambaan, serta wahana menampakkan kehinaan dirinya, seperti yang terlihat ketika ihram. Orang berhaji dilarang untuk menghias dirinya meskipun sebenarnya boleh dilakukan di luar haji. Saat ihram, ia dituntut berpenampilan sangat sederhana dan menampakkan perasaan butuh pertolongan dan rahmat Tuhan-Nya.

Ibadah haji juga merupakan wujud ungkapan syukur atas nikmat Allah. Dengan ibadah haji, seseorang harus mengorbankan dua hal, yaitu badan dan hartanya. Dan, ungkapan yang benar untuk mensyukuri nikmat harta dan badan adalah dengan menggunakannya pada jalan yang diridhai oleh Allah.

Mengenai dalil diwajibkannya haji ialah dalam Al-Qur’an Allah ﷻ berfirman:

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS Ali ‘Imran: 97).

Imam Ghazali menyebutkan etika dalam melaksanakan ibadah haji sebagai berikut :

Menggunakan harta yang halal, tidak boros dalam membelanjakan hartanya untuk makanan dan minuman, meninggalkan segala akhlak buruk, memperbanyak berjalan, berpakaian dengan sederhana, bersabar ketika menerima musibah.

Pelaksanaan ibadah haji memiliki berbagai resiko, seperti halnya resiko saat berada diperjalanan hingga resiko kematian faktor berdesak-desakan hingga terinjak-injak oleh sesama jama’ah saat melaksanakan rangkaian ibadah haji. Maka berbeda mengenai kewajiban syariat bahwa ibadah haji dapat dikatakan ibadah wajib terberat dalam agama islam karena berbagai resiko yang ada.

Disampaikan pada buku Quraish Shihab, syarat wajib haji yang paling utama adalah mempersiapkan diri, mental, spiritual, ilmu, materi, jasmani dan rohani sebaik mungkin untuk dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna juga aman atas dirinya pun orang sekitarnya. Pertama, seorang muslim hendak melaksanakan ibadah haji adalah beragama islam, seorang mukallaf berniat dengan sungguh-sungguh bermaksud menyerahkan dirinya, membersihkan dirinya, bertaubat kepada Allah SWT, Mempersiapkan kesiapan diri secara mental disertai niat yang baik dan sungguh-sungguh menjadi hal utama untuk dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar menuju ridho Allah SWT. Kedua, berakal sehat untuk dapat mengerti dan memahami setiap dari tata cara dan tujuan ibadah yang akan dilakukan secara sadar. Ketiga, merdeka dan lepas dari ikatan perbudakan, telah mampu untuk beribadah dan berserah diri sepenuhnya pada Allah SW. Keempat, mampu secara mental, fisik dan material. Memiliki fisik yang sehat
dan tidak sedang sakit tidak ada paksaan untuk tetap melaksanakan ibadah ini meskipun terdapat kemampuan dari segi hal lain, Kemudian mampu secara rohani memastikan mental sebagai bekal berupa ilmu pengetahuan, kesabaran dan ketaqwaan serta material yang cukup bukan hanya saat keberangkatan tetapi juga saat keberangkatan tetapi juga saat berlangsungnya ibadah disana sampai juga kepada kemampuan material terhadap keluarga yang ditinggalkan. Kelima, segera melaksanakan dan tidak menundanya kecuali sedang dalam keadaan yang mendesak untuk menunda waktu pemberangkatan hingga waktu yang dianggap telah tepat dan sesuai. Keenam, adanya mahram bagi seorang perempuan untuk mendampingi selama perjalanan tersebut.

Selanjutnya rukun-rukun ibadah haji yang harus dikerjakan sesuai dengan ketentuan dalam ajaran agama islam. Rukun haji oleh Mazhab Imam Syafi’i yaitu : Pertama, Ihram (niat saat akan mulai melakukan kegiatan haji ataupun umrah di waktu dan tempat tertentu). Kedua, Wukuf di arafah (dilaksanakan di waktu dzuhur tanggal 9 dzulhijjah hingga munculnya fajar di hari berikutnya). Ketiga, Thawaf al-ifadhah (mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali putaran, yang dilaksanakan di dalam masjidil haram dengan menutup aurat dansyarat-syarat lainnya). Keempat, Sa’I di antara shafa dan marwah (kegiatan perjalanan mulai dari shafa ke marwah satu kali kemudian kembali dari marwah ke shafa satu kali dan diulang sebanyak tujuh kali). Kelima, Mencukur rambut kepala (sebagai tanda tahallul minimal tiga helai rambut sebatas ujung jari dan diperuntukkan kepada pria maupun wanita). Keenam, Tertib atau beraturan

Referensi Foto: https://pin.it/12LV7zes1

Referensi Artikel: https://kemenag.go.id/hikmah/sejarah-ketentuan-dan-hikmah-disyariatkannya-ibadah-haji-zjFts

https://jurnalfuad.org/index.php/ishlah/article/download/89/78

Partnership with KPI UMY
Copyright PCM Kasihan 2024